Di era 1980 an 1990-an, orang begitu memperhatikan label pada makanan dan berusaha menghindari yang terdapat kata "lemak". Mentega dan kuning telur juga termasuk yang dihindari. Tapi kini zaman sudah berubah.
Kini, para pakar berpendapat bahwa lemak sebenarnya tidak berbahaya buat kesehatan asalkan pemilihannya tepat. Bahkan lemak susu, alpukat, dan minyak kelapa masuk ke dalam kategori makanan super.
Untuk menghapus mitos keliru mengenai lemak, Mark Hyman, MD, penulis buku "Eat Fat, Get Thin Cookbook" membagi pengetahuan, dan berikut di antaranya.
Mitos: Jumlah lemak di piring adalah cermin lemak di tubuh.
Fakta: Mitos ini muncul karena adanya diet rendah lemak, tapi sebenarnya tidak 100 persen akurat. Mengkonsumsi lemak tak akan membuat gemuk. Membatasi asupan lemak justru bisa membuat gemuk karena orang jadi merasa kurang kenyang terus.
"Lemak sehat adalah sumber energi terbaik untuk tubuh, menjaga metabolisme, dan membuat mekanisme pembakaran lemak berjalan dengan semestinya," kata Dr. Hyman kepada Daily Burn.
Mitos: Lemak jenuh harus dihindari.
Fakta: Tak perlu terburu-buru. Memang, sejak dulu lemak jenuh dianggap sebagai musuh publik nomor satu tapi penelitian terbaru menyatakan lemak ini tak terlalu menakutkan. Kita memang tak harus selalu memilih daging merah dan mentega sebagai santapan, tapi mengkonsumsi makanan itu sekali-kali tak akan menambah lingkar pinggang.
Mitos: Semua lemak berbahaya buat kesehatan.
Fakta: Mengkonsumsi jenis-jenis lemak berbeda justru bisa meningkatkan kesehatan. Asam lemak Omega-3 sangat baik buat kesehatan jantung dan otak. Lemak tak jenuh tunggal pada minyak zaitun juga bia memangkas risiko penyakit jantung.
Mitos: Makanan mengandung kolesterol tinggi akan meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL).
Fakta: Pemikiran ini juga sudah ada sejak lama tapi sekarang sebenarnya sudah bukan kekhawatiran besar lagi. Makanan yang mengandung kolesterol tak hanya meningkatkan kolesterol jahat, tapi juga yang baik (HDL).
Mitos: Lemak akan membuat sasaran kebugaran meleset.
Fakta: Banyak olahragawan yang menuntut daya tahan melakukan diet ketogenik dengan memenuhi 70-75 persen kalori dari lemak dan hanya 10 persen dari karbohidrat. Meski para peneliti masih terus mempelajari pola makan ini, diet tersebut sebenarnya bisa membuat tubuh menyesuaikan diri dengan memanfaatkan timbunan lemak di tubuh, bukan karbohidrat, sebagai sumber tenaga. Makanan berlemak yang dipilih tentu saja bukan burger dan kentang goreng, tapi alpukat, ikan, selai kacang, daging, dan telur.